Rabu, 09 Januari 2008

Reorientasi ”Life Skill”

Reorientasi ”Life Skill”

KETIKA kurikulum 2004 mulai diberlakukan, dengan muatan life skill di dalamnya, banyak sekolah umum (baca: SMA) salah menafsirkan. Pada umumnya guru dan kepala SMA, bahkan juga para pengawasnya; mempersepsikan life skill sebagai sebuah upaya untuk menerampilkan siswa dalam hal menciptakan lapangan pekerjaan yang dapat menghasilkan uang.

Orientasinya, siswa dan pihak sekolah dapat menghidupi dirinya dari lapangan pekerjaan itu. Maka, ada SMA yang membuka perusahaan sablon, ada yang membuka usaha pembibitan ikan, ada yang membuka kursus salon kecantikan, dan sebagainya. Mereka seperti berlomba, dengan terselip unsur gengsi sendiri-sendiri. Bagaimana hasilnya? Seperti yang dapat diduga, semua gulung tikar dan tak berbekas. Boro-boro menghasilkan keuntungan, modalnya pun habis.

Kesalahan tafsir seperti itu wajar saja terjadi. Persoalannya, gebyar kurikulum 2004 tidak disertai sosialisasi yang tuntas. Sebenarnya, seperti apakah life skill yang harus diberlakukan di sekolah? Mari kita pahami terlebih dahulu konsep dasarnya. Life skill, atau kita sebut saja kecakapan hidup, adalah kemampuan dan keberanian untuk menghadapi problema kehidupan.

Kecakapan ini menjadi ruh pembelajaran berdasarkan kurikulum 2004. Setiap mata pelajaran yang sudah ditetapkan untuk masing-masing sekolah dan masing-masing jenjang harus disampaikan dengan mendasarkan pada aspek kecakapan hidup.

Menurut konsep bakunya, kecakapan hidup itu dipilah menjadi dua jenis, yakni (1) kecakapan hidup umum, yang mencakup (a) kecakapan personal dan (b) kecakapan sosial. (2) Kecakapan hidup khusus, yang mencakup (a) kecakapan berpikir akademik, dan (b) kecakapan vokasional.

Kecakapan personal dipilah lagi menjadi dua, yaitu kecakapan kesadaran diri, dan kecakapan berpikir rasional. Kecakapan kesadaran diri meliputi kecakapan eksistensi diri sebagai makhluk Tuhan, makhluk sosial, dan makhluk lingkungan; dan kecakapan potensi diri serta motivasi untuk mengembangkannya.

Kecakapan berpikir rasional meliputi kecakapan menggali dan menemukan informasi, kecakapan mengolah informasi, kecakapan memecahkan masalah, dan kecakapan menarik kesimpulan. Kecakapan sosial meliputi kecakapan bekerja sama dan berkomunikasi secara empati.

Kecakapan berpikir akademik, disebut juga kecakapan berpikir ilmiah atau kecakapan intelektual, adalah kecakapan mengidentifikasi dan menghubungkan variabel, kecakapan merumuskan hipotesis, dan kecakapan merancang dan melakukan penelitian.

Sedangkan kecakapan vokasional adalah kecakapan yang berkaitan dengan bidang pekerjaan tertentu yang memerlukan keterampilan motorik.

Aspek-aspek kecakapan hidup tersebut dapat dicapai oleh siswa secara bertahap, melalui berbagai mata pelajaran dan pengalaman belajarnya. Kecakapan umum dicapai melalui pengalaman belajar oleh siswa TK, SD, dan SMP. Selanjutnya, kecakapan akademik dicapai melalui pembelajaran oleh siswa SMA. Sedangkan kecakapan vokasional adalah kecakapan yang khusus dicapai melalui pembelajaran oleh siswa SMK.

Bobot kecakapan pada masing-masing mata pelajaran itu berbeda-beda, disesuaikan dengan karakter mata pelajaran serta pokok bahasan mata pelajaran yang bersangkutan. Sekadar contoh, dalam pelajaran bahasa Indonesia, untuk menentukan suatu wacana termasuk narasi, deskripsi, atau eksposisi; kecakapan yang harus digali adalah kecakapan berpikir rasional (menggali dan menemukan informasi, mengolah informasi, memecahkan masalah, dan menarik kesimpulan). Untuk pokok bahasan berbicara (contoh: berdiskusi), kecakapan yang harus ditanamkan adalah kecakapan sosial (bekerja sama dan berkomuniksi secara empati). Untuk pokok bahasan menulis puisi, kecakapan yang harus dikembangkan adalah kecakapan potensi diri serta motivasi untuk mengembangkannya.

Untuk mata pelajaran dalam jurusan IPA (biologi, fisika, kimia, matematika) dan IPS (tata negara, antropologi, sosiologi, ekonomi) bagi siswa SMA, kecakapan yang dominan adalah kecakapan akademik. Untuk mata pelajaran ilmu ukur tanah bagi siswa SMK, misalnya, kecakapan yang dominan harus dikuasai adalah kecakapan vokasional.

Dengan demikian, selepas SMA atau SMK, seorang siswa sudah memiliki berbagai kecakapan hidup yang siap diaplikasikan untuk menghadapi berbagai problema kehidupan (melanjutkan studi, mencari duit, dan sebagainya). Itulah orientasi penerapan life skill di sekolah yang sesungguhnya; dan bukan mendirikan perusahaan di sekolah yang memang tidak mungkin itu.***

http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/1005/22/1105.htm

Tidak ada komentar: